Kamis, 16 Juli 2009

Komunikasitherapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :

a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c.Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.

Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

a.Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid,1998) :
a.Kesadaran diri.
b.Klarifikasi nilai.
c.Eksplorasi perasaan.
d.Kemampuan untuk menjadi model peran.
e.Motivasi altruistik.
f.Rasa tanggung jawab dan etik.

B.Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid,1998) :
a.Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
b.Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
c.Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
d.Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e.Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).

a.Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.

b.Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.

c.Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.

d.Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.

e.Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.

f.Menerima klien apa adanya.Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.

g.Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.

h.Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

C.Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.

Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.

a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1)Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2)Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3)Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.

b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.

2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.

3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.

4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1)Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2)Memperkenalkan diri perawat
3)Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4)Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5)Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6)Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).

d.Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.

Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).

b)Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.

c)Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.

d)Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

C.Sikap Komunikasi Terapeutik.

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.


D.Teknik Komunikasi Terapeutik.

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :

1.Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

3.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.

4.Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.

5.Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.

6.Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.

7.Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
8.Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.

9.Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.

10.Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.

11.Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.

12.Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.

13.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.

14.Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

15.Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.

16.Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
E.Hambatan Komunikasi Terapeutik.

Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.

1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.

SUMBER:

Cangara, Hafid. (2006), Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa :Susi Purwoko. Jakarta,EGC.
Keliat, B.A. (2002), Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S 1997, Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta.
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta, EGC
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta, EGC.

Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan
  • Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)

1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.

2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.

3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi wajah.

4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.

5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.

6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

  • Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.

1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)

- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.

- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.

- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.

- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.

- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa realistik.

- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.

- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.

2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)

- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.

- Sesi perencanaan tim kesehatan.

- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.

- Membuat rujukan.

3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)

- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).

- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.

- Meningkatkan harga diri pasien.

- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.

- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.

4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)

- Memperkenalkan diri kepada pasien.

- Memulai interaksi dangan pasien.

- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.

- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.

- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.

5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)

- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.

- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.

- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

***

Selasa, 14 Juli 2009

Unsur dan Prinsip Komunikasi Terapeutik


Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung.
· Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
· Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa verbal maupun non verbal.
· Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
· Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
· Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap dan perabaan.

Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah:
a। Petugas harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut।
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
c. Petugas harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Petugas harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
e. Petugas harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
f. Petugas harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
l. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Minggu, 12 Juli 2009

PENDAHULUAN


Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih saying / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.


1. PENGERTIAN DAN JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

A. KOMUNIKASI VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”

2. Perbendaharaan Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

4. Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

5. Waktu dan relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

6. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

B. KOMUNIKASI NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:

1. Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang marah.

2. Penampilan Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.

3. Intonasi (Nada Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.

4. Ekspresi wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

5. Sikap tubuh dan langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.

6. Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.

3. TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang anda ucapkan.” (cocok 1987)

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh:
- K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur….”

5. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh:
- “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
- “ Anda tampak cemas”.
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”

8. Menawarkan informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”

11. Memberikan penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
Contoh:
- “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”

13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh:
- “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh:
- “…..teruskan…..!”
- “…..dan kemudian….?
- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.

16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- “Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
- “Apa yang sedang terjadi”.

17. Refleksi

“Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda marah”.

Dimensi tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

1. Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.

3. Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan perawat klien

4. Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

JENNY MARLINDAWANI PURBA, SKp.
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical centers. Ann Intern Med 104, (3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14 (1):20, 1988